Tersentak ketika mendengar dosen saya berkomentar tidak baik atau
miring tentang Manhaj Salaf, Para Mujahidin, Syaikh Al Albani, serta Syaikhul
islam. Saya tidak ambil pusing, karena bukan beliau saja orang yang pertama
menghina seperti itu. Namun saya mulai fokus ketika beliau menyampaikan tiga
buah dalil untuk penghalalan amalan beliau dalam mencari berkah kepada
makam-makam para Wali. Dua dari tiga dalil itu menceritakan tentang seseorang
yang meminum air kencing Nabi, dan satunya bercerita tentang seorang sahabat
yang meminum darah Nabi. Jujur, saya baru kali ini mendengar dalil-dalil
tersebut, sehingga setelah usai kuliah, saya mencoba mencari kebenaran
dalil-dalil tersebut, dan inilah hasilnya :
A. Tentang Dalil Seseorang yang meminum air kencing Nabi
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Aiman
عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ،
قَالَتْ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ
إِلَى فَخَّارَةٍ فِي جَانِبِ الْبَيْتِ، فَبَالَ فِيهَا فَقُمْتُ مِنَ اللَّيْلِ،
وَأَنَا عَطْشَانَةُ فَشَرِبْتُ مَا فِيهَا، وَأَنَا لا أَشْعُرُ، فَلَمَّا
أَصْبَحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " يَا أُمَّ
أَيْمَنَ، قَوْمِي فَأَهْرِيقِي مَا فِي تِلْكَ الْفَخَّارَةِ ". قُلْتُ:
قَدْ وَاللَّهِ شَرِبْتُ مَا فِيهَا. قَالَتْ: فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ، ثُمَّ قَالَ: " أَمَا
إِنَّكِ لا تَتَّجِعِينَ بَطْنَكِ أَبَدًا "
Dari Ummu
Aiman, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
bangkit pada suatu malam menuju wadah tembikar yang ada di samping rumah, lalu
beliau kencing padanya. Lalu aku pun bangun pada satu malam dalam keadaan haus dan aku minum apa
yang ada di dalam wadah tersebut tanpa aku sadari (bahwa itu air kencing).
Ketika tiba waktu Shubuh, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Wahai Ummu Aiman, berdiri dan tumpahkanlah isi wadah itu”. Aku
berkata : “Demi Allah, aku telah meminum isinya”. Maka Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam tertawa hingga nampak gigi geraham beliau, lalu
bersabda : “Sesungguhnya engkau tidak akan pernah sakit perut selamanya”.
Hadits di
atas jangan langsung di telan mentah-mentah, sehingga dengan bangga menjadikan
hadits di atas sebagai dalil pembolehan Tawassul yang dilarang. Kita harus
melihat keadaan dan nilai dari hadits diatas.
Hadits di
atas memiliki dua jalur sanad, yang pertama adalah dari sanad Al Walid bin
Abdirrahhman, dan yang kedua dari jalur Nubaih An Naziy.
A. Dari
Jalur pertama ( Al Walid bin Abdirrahman )
Ad-Daaruquthniy menyebutkan ta’lil atas jalan periwayatan
ini :
وَسُئِلَ عَنْ حَدِيثِ أُمِّ أيمن، قَالَتْ: يَرْوِيهِ
أَبُو مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، وَاسْمُهُ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ حُسَيْنٍ،
وَاخْتُلِفَ عَنْهُ فَرَوَاهُ شِهَابٌ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ
قَيْسٍ، عَنْ نُبَيْحٍ الْعَنْزِيِّ، عَنْ أُمِّ أيمن. وَخَالَفَهُ سَلْمُ بْنُ
قُتَيْبَةَ، وَقُرَّةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، فَرَوَيَاهُ عَنْ أَبِي مَالِكٍ، عَنْ
يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أُمِّ أيمن.
وَأَبُو مَالِكٍ ضَعِيفٌ، وَالاضْطِرَابُ فِيهِ مِنْ جِهَتِهِ
Ad
Daaruquthniy pernah ditanya tentang hadits Ummu Aiman, ia berkata : “Diriwayatkan oleh Abu
Maalik An-Nakha’iy,namanya ‘Abdul-Malik bin
Husain. Terdapat perselisihan riwayat darinya. Diriwayatkan oleh Syihaab, dari
Abu Maalik, dari Al-Aswad bin Qais, dari Nubaih Al‘Anaziy, dari Ummu Aiman. Salm bin Qutaibah dan Qurrah bin Sulaimaan
menyelisihinya. Keduanya telah meriwayatkan dari Abu Maalik, dari Ya’laa bin
‘Athaa’, dari Al-Waliid bin ‘Abdirrahmaan, dari Ummu Aiman. Abu Maalik dla’iif,
dan idlthiraab dalam riwayat tersebut berasal dari sisinya” ( Al‘Ilal, 15/415 )
Sanad
riwayat hadits ini lemah karena ada perawi yang bernama Abu Maalik An-Nakha’iy Al-Waasithiy
atau nama lainnya ‘Ubaadah bin Al-Husain atau bin Abil-Husain; seorang yang matruuk. Termasuk thabaqah ke-7. Dipakai oleh Ibnu Maajah ( Taqriibut-Tahdziib, hal. 1199-1200 no. 8403 )
B. Dari Jalur Kedua ( Nubaih An Naziy )
حَدَّثَنَا
الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْحَاقَ التُّسْتَرِيُّ، ثنا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ،
ثنا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ، حَدَّثَنِي أَبُو مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، عَنِ
الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ نُبَيْحٍ الْعَنَزِيِّ، عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ،
قَالَتْ
حَدَّثَنَا أَبُو عَمْرِو بْنُ حَمْدَانَ، ثنا الْحَسَنُ
بْنُ سُفْيَانَ، ثنا إِسْحَاقُ بْنُ بُهْلُولٍ، ثنا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ، ثنا
عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ حُسَيْنٍ أَبُو مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ
قَيْسٍ، عَنْ نُبَيْحٍ العَنَزِيِّ، عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ، قَالَتْ:
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ كَامِلٍ الْقَاضِي، ثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوْحٍ الْمَدَايِنِيُّ، ثَنَا شَبَابَةُ، ثَنَا أَبُو
مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ نُبَيْحٍ الْعَنَزِيِّ،
عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ:
Semua dari sanad yang ada, selalu terdapat perawi yang
bernama Abu Malik, dan seperti yang sudah saya jelaskan, bahwa perawi tersebut
Dha’if sebagaimana yang tertera di dalam kitab Taqriibut-Tahdziib, hal. 1199-1200 no. 8403.
2. Hadits yang diriwayatkan oleh Umaimah
عَنْ أُمَيْمَةَ، قَالَتْ: كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ يَبُولُ فِيهِ، وَيَضَعُهُ تَحْتَ
سَرِيرِهِ، فَقَامَ فَطَلَبَ، فَلَمْ يَجِدُهُ فَسَأَلَ، فَقَالَ: " أَيْنَ
الْقَدَحُ؟ "، قَالُوا: شَرِبَتْهُ بَرَّةُ خَادِمُ أُمِّ سَلَمَةَ الَّتِي
قَدِمَتْ مَعَهَا مِنْ أَرْضِ الْحَبَشَةِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَقَدِ احْتَظَرَتْ مِنَ النَّارِ بِحِظَارٍ "
Dari Umaimah : Dulu Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam mempunyai
wadah dari pelepah kurma yang beliau gunakan untuk kencing padanya, dan beliau
letakkan di bawah tempat tidurnya. (Satu saat), beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam meminta
wadah tersebut, namun tidak beliau temui. Maka beliau bertanya : “Dimanakah
wadah itu ?”. Mereka berkata : “Telah diminum oleh Barrah, pembantu Ummu
Salamah yang datang bersamanya dari negeri Habasyah. Lalu Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sungguh ia telah terlindung dari api neraka”.
Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 24/189 no. 477 & 24/205-206
no. 527,Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush-Shahaabah hal. 3263 no. 7517, Al-Hasan bin Syaadzaan dalam Juuz-nya no. 29, Ibnu Abi
‘Aashim dalam Al-Aahaad wal-Matsaaniy no.3342, bnul-Muqri’ dalam Mu’jam-nya no. 138, Ibnu
‘Asaakir dalam At-Taariikh 50/69 & 51/69; dari beberapa
jalan : ‘Aliy bin Maimuun, Ahmad bin Ziyaad Al-Hadzdzaa’, Yahyaa bin Ma’iin,
Ayyuub Al-Wazzaan, dan Hilaal bin Al-‘Alaa’, semuanya dari Ibnu Juraij, dari
Hukaimah bintu Umaimah, dari ibunya (Umaimah).
Di Dalam sanad hadits diatas
terdapat perawi bernama Hukaimah bintu Umaimah, dan ia Majhul, Termasuk thabaqah ke-3, dan dipakai oleh Abu Daawud
dan At-Tirmidziy ( Taqriibut-Tahdziib hal.
1350 no. 8663 dan Tahriirut-Taqriib 4/408 no. 8565 )
______________________
Jadi, tidak ada alasan bagi orang
yang ingin berdalil dengan dua hadits di atas untuk membenarkan Tawasul yang
mereka amalkan, karena dua Hadits yang mereka maksud statusnya adalah Dha’if.
B. Tentang seorang sahabat yang
meminum darah Nabi
Hadits tentang seorang sahabat yang
bernama Abdullah bin Az Zubair meminum darah Rasulullah adalah tidak benar
sebagaimana pengakuan dari Syaikh Muqbil, silahkan cek http://www.youtube.com/watch?v=skEYpZRgecw
.
Jika memang benar ada dalil yang
shahih lagi sharih tentang seseorang yang meminum darah Nabi, maka ini adalah
kekhususan kepada Nabi saja, tidak untuk manusia.
Imam Qadhi Iyad menyatakan
sebagai berikut :
و أما نظافة جسمه، و طيب ريحه و
عرقه، و نزاهته عن الأقذار و عورات الجسد ـ فكان قد خصه الله في ذلك بخصائص لم
توجد في غيره
“Adapun kebersihan tubuhnya, kewangian bau badannya dan keringatnya dan
kebersihannya dari kotoran-kotoran dan cacat-cacat tubuh, maka Allah telah
mengkhususkan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam dalam hal-hal tersebut dengan
kekhususan-kekhususan yang tidak dijumpai pada selain beliau.” (Qadhi Iyad, Asy-Syifa bi-Ta’rif Huquq Al-Mushthafa, hal.
39).
Jadi sudah jelas, bahwa jika
memang benar dalil tentang meminum darah Nabi itu shahih, maka itu hanya di
khususkan untuk beliau saja. Wallahu’alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar