Beberapa hari lalu, saya pernah
membaca sebuah status di Facebook yang mengajak para ikhwan kita untuk
memikirkan ilmu lain selain ilmu Jihad saja. Komentar-komentar yang pertama mendukung
apa yang disampaikan oleh Facebooker tersebut, hingga saya membaca komentar di
bagian pertengahan yang intinya menolak untuk mempelajari llmu lain, dengan
alasan bahwa zaman saat ini adalah zamannya peperangan, dan yang paling penting
kita dalami adalah Ilmu Jihad, sedangkan ilmu lain bisa menyusul ketika
peperangan sudah reda. Komen fulan tersebut kemudian di dukung oleh Facebooker
lainnya. Awalnya saya setuju, namun setelah saya merenunginya, saya menarik
kesetujuan saya kembali. Ada beberapa alasan mengapa saya tidak setuju dengan
pernyataan demikian.
Adakah
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, para Shahabat Radiyallahu’anhum
‘ajma’in, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, dan para Ulama setelahnya memberikan contoh
demikian?
Kita
tahu bahwa mengikuti Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman para Salafuh
Shaleh adalah sebuah kewajiban. Dan tentut kita harus mengikuti cara-cara
mereka beribadah, beramal, ataupun bertindak dalam syari’at. Kita lihat sendiri
pada zaman Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, beliau selalu di musuhi
oleh kaum kuffar, hingga peperangan selalu terjadi berkali-kali, namun adakah
beliau memerintahkan para Shahabat hanya untuk memperlajari Ilmu Jihad
saja?
Kita
lihat juga pada masa Abu Bakr radiyallahu’anhu, dimana terjadi peperangan
melawan kaum Murtad dan kaum yang menolak Zakat. Namun adakah Shahabat Abu Bakr
memerintahkan para Shahabat lainnya untuk mempelajari Ilmu Jihad saja? Tidak
ada sama sekali, bahkan ilmu yang paling menonjol pada masa Abu Bakr adalah
Ilmu Ushul Fiqh, yaitu Maslahah Mursalah. Dan Maslahah tersebut adalah “
Pengumpulan Al Qur’an “ . Shahabat Abu Bakar memerintahkan beberapa Shahabat
untuk menyalin Al Qur’an dari orang-orang yang hafal Al Qur’an untuk
dikumpulkan menjadi sebuah Mushaf.
Dan
lihatlah juga pada masa ‘Umar ibnul Khaththab radiyallahu’anhu, adakah beliau
memerintahkan umat untuk mempelajari syari’at Jihad saja? Bahkan kita tahu
peperangan yang terjadi pada masa ‘Umar tu sangat dahsyat, hingga sampai ke
Persia dan Mesir. Begitu juga pada masa ‘Utsman bin ‘Affan radiyallahu’anhu,
ilmu yang berkembang pada masa beliau adalah Ilmu Qira’at. Terjadi banyak
perbedaan bacaan Al Qur’an pada masa beliau, hingga hampir saja terjadi
peperangan hanya karena beda Qira’at atau dialek. Hingga khalifah ketiga umat
Islam ini memerintahkan untuk membaca Al Qur’an dengan satu dialek saja, yaitu
dialek Quraisy. Jika kita lanjutkan pada masa khalifah ‘Ali bin Abi Thalib,
tidak juga kita temukan menantu Rasulullah ini memerintahkan kaum muslimin
hanya untuk mempelajari Ilmu Jihad saja.
Dan
seterusnya pada masa Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, para Ulama Mutaakhkhirin. Satu
contoh lagi, kita ambil seorang Ulama yang di gelari dengan Syaikhul Islam.
Pada masanya , Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hidup di bawah teror para tentara
mongol. Tentu para pembaca sudah mengetahui bagaimana keadaan zaman Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Namun apakah beliau hanya mempelajari Ilmu
Jihad saja? Tidak bukan, beliau mempelajari Ilmu lain, Tafsir, Hadits, Ushul,
Nahwu wa Sharaf, bahkan Ilmu agama lainpun beliau pelajari, buktinya beliau
berhasil mendebat seorang Yahudi pada umur yang sangat muda.
Pada
intinya, tidak ada satu Ulama pun yang membuat pernyataan “ Wajib Ilmu Jihad
saja yang di pelajari, di karenakan keadaan kita yang menuntut demikian “
Wallahu’alam, jika ada, tolong beritahu saya.
Alasan
kedua adalah “ Apakah Mungkin Dapat Memahami Seluk Beluk Jihad Tanpa Ilmu Lain?
Bagi
saya itu sangat mustahil. Jihad adalah salah satu cabang ilmu dari Syari’at
Islam. Dan Ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Islam itu saling berhubungan atau
saling tali-menyali, tidak apat dilepas apapun alasannya. Dari mana kita
mengetahui syari’at Jihad kecuali pasti dari Al Qur’an dan As Sunnah. Dari sini
kita harus mempelajari ‘Ulumul Qur’an dan ‘Ulumul Hadits. Dari mana kita dapat
mengetahui hukum-hukum seputar Jihad kecuali dari kajian Fiqh dan Ushulnya,
tentu kita juga harus mempelajari hal itu. Kata Jihad berasal dari bahasa arab,
kita juga harus mengetahui pengertiannya, apa asal akar katanya, dan bagaimana
cara memahami maknanya serta pengaplikasiannya, tentu kita pergi menuntut ilmu
Bahasa arab dan seluk beluknya.
Membantu
Umat Tidak Hanya dengan Jihad saja.
Problema
yang terjadi pada Umat kita tidak hanya terletak pada Fisik saja, namun pada
Bathin pun ada juga. Problema yang terjadi pada Umat kita tidak hanya pada
masalah pertumpahan darah saja. Masih banyak dari kita yang tidak faham shalat,
bahkan tidak tahu cara shalat, dan sudah pasti kita membutuhkan orang yang
‘Alim tentang Shalat. Masih banyak dari kita yang tidak faham bagaimana
menghitung Zakat, tentu kita membutuhkan seseorang yang ‘Alim tentang seluk
beluk Zakat, dsb.
Zaman
makin berkembang, hal-hal yang baru bermunculan. Dan mengakibatkan permasalahan
baru juga muncul. Dulu tidak ada yang namanya KB, dan sekarang ada, bagaimana
hukumnya? Dulu tidak ada yang namanya Bayi Tabung, dan sekarang ada, bagaimana
statusnya dalam Syari’at? Inilah yang dinamakan “ Fiqh Kontemporer “. Tentu
untuk menjawab tantangan Umat ini, tidak lain caranya kita harus menuntut
ilmunya, mulai dari ‘Ulumul ‘Alat, hingga Ilmu-ilmu lainnya. Bukankah setiap
kita wajib “ Berda’wah “. Jika
kita hanya terfokus pada Ilmu Jihad saja, bagaimanakah caranya kita akan
menjawab beragam masalah Umat. Ingat! Masalah Umat tidak hanya pada peperangan
saja. Maka dari itu kita masih membutuhkan orang yang ahli dalam beragam
syari’at.
Maka
dari itu wahai saudaraku sekalian, bukannya saya merasa lebih pintar dari
kalian. Saya hanya seorang Thalibul ‘Ilmi. Saya hanya prihatin terhadap
beberapa Ikhwan kita yang menghabiskan waktunya menuntut Ilmu Jihad saja, namun
Shalatnya masih banyak yang salah, ketika di tanya rukun Shalat, tidak tahu,
Masya Allah. Apakah Ilmu agama itu hanya Jihad saja sehingga melupakan Ilmu
Syar’i lainnya? Ingat saudaraku selogan kita “ Da’wah dan Jihad “ harus saling
“ Begandengan “. Bukannya kita selalu mengucapkan selogan itu? Mari kita Da’wah
bil Qalam, Da’wah Bil Lisan, Wa Da’wah Bis Silaah bagi yang sudah mampu.
Wallahu’alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar