Rabu, 07 Januari 2015

Status Hadits tentang Perintah Membunuh Syi'ah

Tentu kita sepakat, bahwa Syi’ah bukan dari Islam. Di sosial media, seperti Facebook, bukan hal yang mengejutkan lagi jika banyak dari saudara muslim kita yang terus berperang melawan syubhat-syubhat kaum Majusi ( syi’ah ). Beragam dalil di bawakan untuk menjatuhkan kaum Majusi tersebut. Namun, ada satu dalil yang membuat saya tertarik. Dalil ini sering di share di facebook. Dalil itu adalah :
Dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata:

 “Aku pernah berada di sisi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan ‘Ali. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Wahai ‘Ali, kelak akan ada satu kaum dari umatku yang mengklaim mencintai kami, yaitu Ahlul-Bait. Mereka dijuluki dengan Raafidlah. Bunuhlah mereka, karena mereka orang-orang musyrik”.

Semangat saya bertambah ketika membaca hadits ini. Namun, muncul banyak pertanyaan dalam benak saya. Apakah hadits ini shahih? Apa benar hadits ini dari Nabi? Di tambah lagi, tidak ada di cantumkan siapa yang meriwayatkan, dan juga tidak ada di sebutkan nilai sanad hadits ini. Semakin hari, semakin gencar hadits ini di sebarkan di kalangan kaum muslim. Rasa penasaran saya akan kedudukan hadits ini makin meningkat, hingga saya mencoba untuk mencari tahu kedudukan hadits ini.

Tujuan saya dalam hal ini adalah agar kaum muslimin tidak mudah menyampaikan sebuah hadits yang belum tahu kedudukannya, walaupun matan atau isi hadits tersebut mendukung apa yang kita lakukan. Saya sangat setuju dengan kekafiran Syi’ah, dan saya sangat setuju jika kaum Majusi tersebut hilang dari muka bumi karena kerusakan Aqidah dan ‘amaliyah mereka, namun kita harus tetap ingat, kita punya aturan. Dan salah satu aturan dari Agama kita adalah “ Jangan Berdusta atas Nama Nabi shallallahu’alaihi wa sallam “

Hadits yang kita bahas ini, tidak kita ketahui nilai sanadnya, siapa yang meriwayatkannya, namun kenapa kita dengan mudah menyampaikannya bahkan mengatakan ini dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam hanya karena hadits ini mendukung apa yang kita yakini. Tidakkah terbesit di hati kita rasa takut berdusta atas nama Nabi? Bagaimana jika hadits tersebut palsu? Jika kita menyampaikan hadits palsu, sama saja kita mendukung berdusta atas nama Rasulullah. Maka marilah lebih teliti dalam menyampaikan hadits. Anda bisa baca tulisan saya sebelumnya tentang adab menyampaikan hadits di (http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2014/05/28/30629/berhatihatilah-dalam-menyampaikan-hadits/#sthash.dbUfkV0y.dpbs

Kembali pada masalah hadits tadi. Alhamdulillah sudah saya temukan nilai sanad dan yang meriwayatkannya.
Hadits ini Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa no. 2586, ‘Abd bin Humaid dalam Al-Muntakhab 1/521 no.697, ‘Abdullah bin Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah 1/509-510 no. 651 & 1/538 no. 702, Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir 12/242 no. 12997 & 12998, Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (Dhilaalul-Jannah) 2/475 no. 981, Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyaa’ 4/95-96, dan Al-Baihaqiy dalam Dalaailun-Nubuwwah 6/548; semuanya dari jalan Hajjaaj bin Tamiim, dari Maimuun bin Mihraan, dari Ibnu ‘Abbaas secara marfuu’.

Di dalam sanad hadits ini, terdapat seorang perawi yang bernama Hajjaj bin Tamiim, seorang yang dl’aiif yang meriwayatkan hadits-hadits ghariib dari Maimuun bin Mihraan.

An-Nasaa’iy berkata : “Tidak tsiqah”. Al-Azdiy berkata : “Dla’iif”. Al-‘Uqailiy berkata : “Ia meriwayatkan dari Maimuun bin Mihraan hadits-hadits yang tidak ada mutaba’ah-nya”. Ibnu ‘Adiy berkata : “Ia tidak mempunyai banyak riwayat. Riwayat-riwayatnya tidaklah lurus”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat [Tahdziibut-Tahdziib, 2/199 no. 366]. Ibnu Hajar berkata : “Dla’iif” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 222 no. 1128].

Di dalamnya juga terdapat seorang perawi yang bernama Maimuun bin Mihraan, ia mempunyai mutaba’ah dari ‘Ikrimah sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 6/261. Ibnu ‘Adiy mengatakan hadits tersebut baathil, karena tidak ada yang meriwayatkannya selain ‘Amru bin Makhram, dan (tidak diketahui ada yang meriwayatkan) dari ‘Amru (selain) Ahmad bin Muhammad Al-Yamaamiy. Keduanya dla’iif.

Ibnu ‘Abbaas mempunyai mutaba’ah dari :

1.‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu.

Ada beberapa jalan:

a.  Abu Sulaimaan Al-Hamdaaniy.

Terdapat perselisihan dalam sanadnya.

Diriwayatkan oleh Ibnul-A’raabiy dalam Mu’jam-nya 2/761-762 no. 1539 : Telah mengkhabarkan kepada kami Az-Za’faraaniy : Telah menceritakan kepadaku Syabaabah bin Sawwaar : Telah mengkhabarkan kepada kami Fudlail bin Marzuuq, dari Abu Janaab Al-Kalbiy, dari Abu Sulaimaan Al-Hamdaaniy, dari ‘Aliy secara marfuu’.

Diriwayatkan juga oleh Ibnu Bisyraan dalam Al-Amaaliy 1/218 dari jalan Hamzah : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah : Telah menceritakan kepada kami Syabaabah : Telah menceritakan kepada kami Fudlail bin Marzuuq, dari Abu Janaab, dari Abu Sulaimaan Al-Hamdaaniy, dari ayahnya, dari ‘Aliy secara marfuu’.

Diriwayatkan oleh Ibnul-A’raabiy dalam Mu’jam-nya no. 250 & 1540 dan Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2803 : Semuanya dari Fudlail bin Marzuuq, dari Abu Janaab, dari Abu Sulaimaan Al-Hamdaaniy, dari seorang laki-laki kalangan kaumnya, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu secara marfuu’.

Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam As-Sunnah 2/547-548, Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 9/51, dan Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh 42/335 : Semuanya dari jalan Abu Yahyaa Al-Himmaaniy, dari Abu Janaab Al-Kalbiy, dari Abu Sulaimaan Al-Hamdzaaniy atau An-Nakha’iy, dari pamannya, dari ‘Aliy secara marfuu’.

Sanad ini sangat lemah lemah karena faktor :

·Abu Sulaimaan Al-Hamdaaniy; seorang majhuul yang meriwayatkan khabar munkar [Miizaanul-I’tidaal, 4/533 no. 10267].

·Abu Janaab Al-Kalbiy, seorang yang lemah dan banyak melakukan tadlis [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1052 no. 7587]. Ibnu Hajar rahimahullah memasukkannya dalam thabaqah terakhir para perawi mudallis [Ta’riifu Ahlit-Taqdiis, hal. 146 no. 152].

·Idlthiraab dalam sanadnya dimana kadang disebutkan Abu Sulaimaan Al-Hamdaaniy meriwayatkan dari ‘Aliy secara langsung, kadang melalui perantara ayahnya atau seorang laki-laki dari kaumnya.

b. Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy (atau shahabat ‘Aliy yang lain).

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah no. 979 : telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Aliy bin Maimuun : Telah menceritakan kepada kami  Abu Sa’iid Muhammad bin As’ad At-Taghlibiy : Telah menceritakan kepada kami ‘Abtsar bin Al-Qaasim Abu Zubaid, dari Hushain bin ‘Abdirrahmaan, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy, dari ‘Ali secara marfuu’.

Sanad riwayat ini sangat lemah karena Muhammad bin As’ad, seorang munkarul-hadiits sebagaimana dinyatakan Abu Zur’ah dan Al-‘Uqailiy [Tahdziibut-Tahdziib, 9/46-47 no. 52].

Diriwayatkan juga oleh Al-Aajuriiy dalam Asy-Syarii’ah no. 1538 : Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Daawud, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Syabbah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sa’iid Al-Ahwal, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abtsar bin Al-Qaasim Abu Zubaid, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Hushain, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy atau yang lainnya dari kalangan shahabat ‘Aliy, dari ‘Aliy secara marfuu’.

Sanad riwayat ini sangat lemah karena Muhammad bin Sa’iid Al-Ahwal, seorang yang majhuul, belum ditemukan biografinya. Kemungkinan ia adalah Muhammad bin As’ad, karena Ibnu Hibbaan dan Ibnu Hajar menyebutkan penyandaran lain darinya adalah Muhammad bin Sa’iid [Tahdziibul-Kamaal 24/430 dan Taqriibut-Tahdziib, hal. hal. 825 no. 5763].

c. Asy-Sya’biy.

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 4/329-330 : Telah menceritakan kepada kamu Abu Ahmad Muhammad bin Ahmad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Ismaa’iil Ash-Shaffaar Al-Baghdaadiy, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Ishmah ‘Ishaam bin Al-Hakam Al-‘Ukbariy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Jamii’ bin ‘Abdillah Al-Bashriy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sawwaar Al-Hamdaaniy, dari Muhammad bin Juhaadah, dari Asy-Sya’biy, dari ‘Aliy secara marfuu’.

Sanadnya sangat lemah, karena Sawwaar bin Mush’ab Al-Hamdaaniy, Abu ‘Abdillah Al-Kuufiy Al-A’maa Al-Muadzdzin; seorang yang matruuk [Lisaanul-Miizaan, 4/216-217 no. 3736].

d. Kaisaan Al-Bakriy.

Diriwayatkan oleh Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2806 : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Abdirrahmaan : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidullah bin Muhammad Al-Baghawiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Sa’iid, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Marwaan bin Mu’aawiyyah, dari Hammaad bin Kaisaan, dari ayahnya, dari ‘Aliy secara mauquuf.

Sanad riwayat ini sangat lemah karena Hammaad bin Kaisaan dan ayahnya adalah seorang yang majhuul. Adapun Suwaid bin Sa’iid, seorang yang shaduuq bagi dirinya, namun ketika ia mengalami kebutaan, ia ditalqinkan yang bukan haditsnya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 423 no. 2705].

Kesimpulan riwayat ‘Ali ini adalah sangat lemah lemah dengan keseluruhan jalannya.

2. Faathimah bintu Muhammad.

Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa no. 6749, Ibnul-‘Arabiy dalam Mu’jam-nya no. 1549, dan Al-Aajuriiy dalam Asy-Syarii’ah no. 1536-1537; semuanya dari jalan Abul-Jahhaaf Daawud bin Abi ‘Auf, dari Muhammad bin ‘Amru Al-Haasyimiy, dari Zainab bintu ‘Aliy, dari Faathimah bintu Muhammad secara marfuu’.

Sanad riwayat ini lemah karena keterputusan antara Zainab bintu ‘Aliy dengan Faathimah radliyallaahu ‘anhaa.

Diriwayatkan juga oleh Abusy-Syaikh dalam Thabaqaatul-Muhadditsiin no. 258 & 1126; semuanya dari jalan Ismaa’iil bin ‘Amru, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Utsmaan bin Ghaalib, dari Abul-Jahhaaf, dari Abu Ja’far, dari Faathimah Ash-Shaghiir, dari Faathimah Al-Kubraa secara marfuu’.

Sanad riwayat ini munkar, karena ‘Utsmaan bin Ghaalib adalah majhuul. Abusy-Syaikh meriwayatkan dari Ibnu Nashiir, ia berkata bahwa ‘Utsmaan bin Ghaalib tidaklah meriwayatkan hadits kecuali hadits ini. Selain itu, yang ma’ruuf dari Abul-Jahhaaf adalah ia meriwayatkan dari Muhammad bin ‘Amru. Wallaahu a’lam.

Ad-Daaraquthniy rahimahullah membawakan banyak perselisihan dalam sanad riwayat ini, lalu berkata:

وَالْحَدِيثُ شَدِيدُ الاضْطِرَابِ

“Hadits ini sangat goncang (idlthiraab)” [Al-‘Ilal, 15/177-180].

3.Ummu Salamah radliyallaahu ‘anhaa.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah no. 980, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 6605, Ibnul-‘Arabiy dalam Mu’jam-nya no. 1548, Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah no. 1535, dan Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2801; dengan sanad yang berselisihan yang berporos pada Sawwaar bin Mush’ab.

Sanad riwayat ini sangat lemah dikarenakan Sawwaar bin Mush’ab, seorang yang matruuk [Lisaanul-Miizaan, 4/216-217 no. 3736].

Ibnul-Jauziy rahimahullah setelah membawakan hadits dari jalan Faathimah, berkata:

هَذَا لا يَصِحُّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Ini tidak shahih dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Al-‘Ilal no. 255].

Al-Baihaqiy rahimahullah:

وَرُوِيَ فِي مَعْنَاهُ مِنْ أَوْجُهٍ أُخَرَ كُلُّهَا ضَعِيفَةٌ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ

“Diriwayatkan dalam maknanya dari jalan-jalan yang lain yang kesemuanya lemah, wallaahu a’lam” [Dalaailun-Nubuwwah, 6/548].

Kesimpulan : Hadits tentang perintah membunuh orang-orang Raafidlah adalah lemah dengan keseluruhan jalannya, wallaahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar